JAKARTA – Gerakan Peduli Pluralisme menyatakan
perlunya merawat kemajemukan dalam bernegara untuk memperkuat ikatan
nasionalisme Indonesia yang sangat plural. “Saat ini, pluralisme di
tengah cobaan, banyaknya kejadian yang menjadi penghalang dalam
kebersamaan, pluralisme perlu untuk kemudian dirawat,” kata salah
seorang pemrakarsa Gerakan Peduli Pluralisme Damien Dematra di Jakarta,
Rabu (4/8) sebagaimana diberitakan Antaranews.com.
Dalam diskusi memperingati hari lahir Mantan
Presiden Abdurrahman Wahid ke-70, Damien mengatakan, tersisihnya
pluralisme akan membuat Indonesia rawan terhadap berbagai tindak
kekerasan yang akan memakan korban masyarakat dan juga perpecahan. Ia
mengatakan, menguatnya fundamentalisme agama di berbagai belahan di
dunia membuat nilai pluralisme juga terancam. “Tidak hanya aksi sepihak
dari ormas Islam misalnya terhadap Ahmadiyah, tapi juga rencana aksi
kelompok non denominasi Dove World Outreach Centre membakar Al Qur`an
untuk memperingati tragedi 9 September WTC ini juga berbahaya dan memicu
kembali fundamentalisme yang lebih luas,” katanya.
Tokoh muda NU Zuhairi Misrawi dalam diskusi tersebut menilai, di
Indonesia kini memunculkan dua faksi yang saling bersitegang, yaitu
mereka yang setuju dengan pluralisme dan mereka yang tidak setuju dengan
pluralisme. Menurut dia, saat ini negara cenderung mendukung mereka
yang anti pluralisme. “Hal ini menjadi kesulitan tersendiri, ketika
negara berposisi mendukung aksi anti pluralisme,” katanya.
Selama ini negara tidak mampu bertindak secara tegas terhadap para
kelompok anti pluralis yang melanggar hukum. “Negara seolah-olah
membiarkannya, inikan berbahaya,” katanya.
Salah satu orang dekat `Gus Dur` yang juga menjadi
pembicara dalam diskusi tersebut KH Nuril Ariffin menambahkan, negara
yang tidak tegas terhadap perilaku kekerasan telah membuat aksi
fundamentalisme merasa dibenarkan. “Ini negara-negara hukum, bagaimana
aksi kekerasan oleh ormas dibenarkan, negara hukumnya dimana?,” katanya.
Sementara itu, Mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih yang hadir
dalam diskusi itu mengaku memiliki pengalaman yang menarik terkait
dengan pluralisme Indonesia di mata orang asing. Ia menceritakan, saat
menjabat menteri pertanian dia pernah diminta oleh Presiden Abdurrahman
Wahid atau Gus Dur untuk menemani Presiden Jerman Johannes Rau. Dalam
sebuah perbincangan, Presiden Rau ingin bertemu dengan para pemikir
agama di Indonesia. Saat itu, menurut Bungaran, Gus Dur sendiri yang
memimpin pertemuan tersebut. Setelah pertemuan tersebut, Presiden Rau
sangat kagum dengan gagasan pluralisme di Indonesia. “No wonder”,
Indonesia memang banyak masalah, tetapi masalah pluralisme ini jauh
lebih maju dari Jerman, seharusnya kita belajar dari Anda,” demikian
kata Bungaran menirukan Presiden Rau saat itu.
Menurut dia, pernyataan Presiden Rau tersebut bukti Indonesia telah
menjadi contoh pluralisme bagi negara lain. “Untuk itu marilah kita
rawat pluralisme, karena hal ini bukan saja sumbangan terhadap Inonesia,
tetapi juga akan menjadi sumbangan terhadap dunia,” katanya.
(Alejandro)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar